AWAL PENDIRIAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Menelusuri berdirinya UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sesungguhnya mengungkapkan bagian kisah perjuangan umat Islam Indonesia dalam rangka mewujudkan keinginan untuk memiliki lembaga pendidikan tinggi yang berwawasan keislaman, kemodernan, dan keindonesiaan. Oleh karenanya, berdirinya UIN pada dasarnya merupakan produk keinginan umat Islam untuk membentuk dan mengembangkan lembaga pendidikan yang dapat menggembleng mahasiswanya menjadi kader umat yang handal dalam merespon setiap kebutuhan masyarakat dan perubahan zaman.
Sebagai sebuah lembaga pendidikan tinggi,sejarah perkembangan UIN Jakarta tidak bisa dilepaskan dari sejarah perkembangan perguruan tinggi Islam di Indonesia dalam menjawab kebutuhan pendidikan Islam secara modern. Embrio UIN Jakarta dapat ditelusuri dari pendirian Pesantren Luhur (pada masa menjelang kemerdekaan), Sekolah Tinggi Islam di Padang dan di Jakarta Tahun 1946, Universitas Islam Indonesia (UII) di Yogyakarta, serta pendirian Akademi Dinas Departemen Agama (ADIA) tahun 1957 di Jakarta hingga menjadi UIN Syarif Hidayatullah sekarang.
1 Juni 1957
Pendirian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berawal dari dibentuknya Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) sebagai akademi dinas Departemen Agama pada tanggal 1 Juni 1957, berdasarkan Ketetapan Menteri Agama, Nomor 1 Tahun 1957. Pendirian ADIA ini dimaksudkan untuk mendidik dan mempersiapkan pegawai negeri guna mencapai ijazah pendidikan akademi dan semi akademi agar menjadi ahli didik agama pada Sekolah Menengah Umum, Sekolah Kejuruan dan Sekolah Agama. Pada awal berdirinya, ADIA menempati kampus Universitas Islam Jakarta (UIJ) di Jalan Madura dan tahun kedua di Jalan Limau Kampus UHAMKA sekarang. Pada tahun ketiga baru menempati kampus di Ciputat yang disebut Kultur Sentrum (KS); kampus UIN sekarang. Pada saat itu ADIA mempunyai 43 orang mahasiswa yang terbagi ke dalam dua jurusan, yakni: Jurusan Syariat (Pendidikan Agama),dan Jurusan Lughat al Arabiyah (Jurusan Bahasa Arab) dan satu Jurusan Khusus untuk Imam Tentara dengan menggunakan bahasa Arab sebagai bahasa pengantar, ditambah dengan penggunaan bahasa Indonesia sebagai pengantar mata kuliah Umum
Sesuai dengan fungsinya sebagai akademi dinas maka mahasiswa yang mengikuti kuliah pada ADIA itu terbatas pada mahasiswa yang memperoleh tugas belajar yang terdiri dari: Pegawai/Guru Agama di lingkungan Departemen Agama dari berbagai daerah seluruh Indonesia yang masuk berdasarkan seleksi. Pimpinan ADIA pada saat itu adalah Prof.Dr.H.Mahmud Yunus sebagai Dekan dan Prof. H. Bustami A.Gani sebagai Wakil Dekan. Hari jadi ADIA ini kemudian ditetapkan sebagai hari jadi atau Dies Natalis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
24 Agustus 1960
Dalam perkembangan selanjutnya, Tahun 1960 berdasarkan PP No II Tahun 1960 tanggal 24 Agustus 1960 ADIA bergabung dengan PTAIN (Perguruan Tinggi Agama Islam) yang berada di Yogyakarta menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyah. Diresmikan oleh Menteri Agama dalam suatu upacara di Gedung kepatihan Yogyakarta pada tanggal 24 Agustus 1960 (2 Rabi’ul Awwal 1380 H).
ADIA menjadi IAIN cabang Jakarta dengan dua fakultas yaitu Fakultas Tarbiyah dan Fakultas Adab dengan Prof.Dr.H. Mahmud Yunus sebagai Dekan Fakultas Tarbiyah dan Prof.H.Bustami A.Gani sebagai Dekan Fakultas Adab.
Setelah menjadi IAIN cabang Jakarta, mahasiswanya tidak lagi terdiri dari mahasiswa ikatan dinas (Pegawai tugas belajar) saja tetapi juga menerima mahasiswa bebas. Sehingga jumlah mahasiswa meningkat menjadi 282 orang.
Pada tahun 1962 berdasarkan Keputusan Menteri Agama RI No 66 Tahun 1962 Tanggal l5 Nopember 1962 dibuka Fakultas Ushuluddin yang merupakan metamorfosis dari Jurusan Da’wah wal Irsyad (Jurusan Imam Tentara) dengan Dekannya Prof.HM.Toha Yahya Umar dan diresmikan oleh Menag RI KH. Syaifuddin Zuhri dengan kuliah pertama berlangsung di Masjid Al Azhar.
Seiring dengan dibukanya Fakultas Ushuluddin IAIN Cabang Jakarta kemudian berdiri sendiri menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyah Syarif Hidayatullah Jakarta.
25 Februari 1963
Dalam Putusan Pemerintah No II Tahun 1960 disebutkan bahwa tujuan pembentukan IAIN adalah memberikan pengajaran tinggi dan menjadi pusat untuk mengembangkan dan memperdalam Ilmu penetahuan tentang agama Islam. Diharapkan dengan mempertinggi taraf pendidikan dalam lapangan agama dan ilmu pengetahuan Islam berarti mempertinggi pula tarap kehidupan bangsa Indonesia dalam lapangan kerohanian dan intelektualisme. IAIN diharapkan menjadi lembaga social dan academic expertation.
Mengingat perkembangannya yang pesat dan berdasarkan Peraturan Pemerintah No 27 Tahun 1963 bahwa IAIN yang telah mempunyai tiga fakultas maka dianggap telah mampu untuk berdiri sendiri , maka dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 49 Tahun 1963 tanggal 25 Februari 1963 IAIN cabang Jakarta menjadi IAIN al Jamiah al Hukumiyyah Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pelantikan Prof.Drs.H. Sunardjo sebagai Rektor IAIN Jakarta pada tahun 1963 juga mengukuhkan IAIN Jakarta menjadi Kooordinator Fakultas di Jakarta Raya, Jawa Barat dan Sumatera (Dalam perkembangannya, cabang-cabang IAIN Jakarta ini kemudian satu persatu berdiri sendiri menjadi IAIN maupun STAIN).
Pada Tahun 1988, dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Agama RI No. 15 Tahun 1988, IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari fakultas-fakultas: Tarbiyah, Adab, Ushuluddin, Syari’ah, Dakwah di Jakarta dan Fakultas Tarbiyah di Pontianak.
Dalam perkembangan Selanjutnya berdasarkan Keputusan Presiden RI No.11 tahun 1997 tentang Perubahan Status Fakultas Daerah menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN), maka Fakultas Tarbiyah Pontianak berdiri sendiri sebagai STAIN Pontianak dan IAIN Jakarta tidak lagi mempunyai kelas jauh diluar kampus Ciputat.
Pada masa kepemimpinan Prof. Dr. Harun Nasution (1973-1984) IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dikenal sebagai “Kampus Pembaharu”, karena beliau banyak mengadakan pembaharuan-pembaharuan dalam Pemikiran Islam dengan pemikiran-pemikirannya yang rasional, bahkan cenderung controversial (pada saat itu mengundang reaksi masyarakat). Seperti masuknya mata kuliah filsafat dalam kurikulum IAIN Jakarta dan pengiriman dosen-doden IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta ke Barat.
Pada masa ini juga IAIN Jakarta menyelenggarakan Program Pascasarjana (PPs) pertama di lingkungan IAIN seluruh Indonesia.
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu IAIN tertua di Indonesia, dan bertempat di Ibu kota Jakarta, juga menempati posisi unik dan strategis, tidak hanya sebagai “Jendela Islam di Indonesia”, tetapi juga simbol bagi kemajuan pembagunan nasional khususnya di bidang pembangunan keagamaan oleh karena itu IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta tidak pernah berhenti berkembang untuk menjadi lembaga pendidikan tinggi Islam yang terkemuka.
Langkah pengembangan ini mulai diintensifkan pada masa kepemimpinan Prof.Dr.Azyumardi Azra MA.Tahun1988 dengan konsep “IAIN with wider mandate” atau IAIN dengan mandat yang lebih luas menjadi dasar menuju terbentuknya Universitas Islam Negeri UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .
Pada tahun akademik 1998/1999. dibuka jurusan Psikologi dan Matematika pada Fakultas Tarbiyah serta jurusan Ekonomi dan Perbankan Islam pada Fakultas Syari’ah
Tahun akademik 2000/2001 dibuka Program Studi Konversi IAIN menjadi UIN yang terdiri dari Program Studi Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian), Sistem Informasi, Teknik Informatika, Manajemen dan Akuntansi.
Tahun Akademik 2001/2002 jumlah Fakultas bertambah dengan dibukanya Fakultas Psikologi (metamorfosis dari jurusan Psikologi pada Fakultas Tarbiyah) dan Fakultas Dirasah Islamiyah ( kelas khusus dengan sistem Al Azhar) . Pembukaan program studi baru tersebut, terutama program studi ilmu-ilmu umum merupakan langkah yang signifikan dan merupakan salah satu upaya menuju perubahan IAIN Jakarta menjadi universitas.
Upaya ini mendapat rekomendasi pada tahun 2001 dengan ditandatanganinya Surat Keputusan bersama antara Menteri Pendidikan Nasional RI Nomor 4/U/KB/2001 dan Menteri Agama RI Nomor 500/2001 tanggal 21 Nopember 2001 tentang perubahan IAIN menuju UIN.
Pada tahun itu juga 12 Program Studi Sosial dan Eksakta (Teknik Informatika, Sistem Informasi, Akuntansi, Manajemen, Agribisnis (Sosial Ekonomi Pertanian) Psikologi, Bahasa dan Sastra Inggris, Ilmu Perpustakaan, Matematika, Kimia, Fisika dan Biologi mendapat Rekomendasi/Izin Operasional dari Dirjen Pendidikan Tinggi Depdiknas RI Nomor : 088796/MPN/2001 tanggal 22 Nopember 2001.
Pada tahun selanjutnya Rancangan Keppres tentang Perubahan Bentuk IAIN menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mendapat Rekomendasi dan Pertimbangan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara RI dan Dirjen Anggaran Departemen Keuangan RI Nomor 02/M-PAN/I/2002 tanggal 9 Januari 2002 dan Nomor S-490/MK-2/2002 tanggal 14 Februari 2002, dan ini menjadi dasar bagi perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
20 Mei 2002
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta resmi menjadi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan terbitnya Keputusan Presiden RI No. 031 Tanggal 20 Mei 2002. Keppres itu menjadi landasan legalitas formal perubahan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada saat itu terdiri dari 9 fakultas yaitu: Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Fakultas Adab dan Humaniora, Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Fakultas Syari’ah dan Hukum, Fakultas Dakwah dam Komunikasi, Fakultas Dirasat Islamiyah, Fakultas Psikologi, Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial, Fakultas Sains dan Teknologi, dengan jumlah jurusan/prodi sebanyak 41 dengan bidang studi ilmu-ilmu umum dan ilmu-ilmu agama.
Dengan perubahan ini UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan dapat mendorong terjadinya integrasi keilmuan baik dalam bidang agama, kemanusiaan, keindonesiaan dengan tujuan menghasilkan lulusan yang memiliki wawasan integratif, adaptif, responsif dan inovatif terhadap pemikiran modern dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi dengan landasan iman, ilmu dan amal yang menjadi dasar pijakan dalam pengembangan ilmu-ilmu Islam, baik ilmu-ilmu Qur’aniyah maupun ilmu-ilmu Kauniyah.
Kerangka itu pula yang mendasari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam pemberian gelar kesarjanaan sesuai dengan Keputusan Rektor IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta No. 16 Tahun 2002. Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa mahasiswa yang berhasil menyelesaikan studinya di Program S1, S2, S3 berhak mendapat gelar sesuai dengan program studinya. Dengan demikian lulusan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berada pada posisi yang sama dengan lulusan universitas-universitas negeri yang lain di Indonesia.
Sebagai Universitas Islam Negeri yang sejajar dengan Universitas Negeri lainnya di Indonesia, mulai Tahun akademik 2003/2004 dalam penerimaan mahasiswa baru disamping penerimaan secara lokal, UIN Syarif Hidayatullah juga masuk dalam SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru) yang bertarap Nasional. Dengan demikian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta secara tidak langsung sudah mendapat pengakuan secara nasional dan internatsional. Pengakuan ini menjadi modal dasar membangun menuju internasionalisasi dan globalisasi dalam kerangka universitas riset yang unggul dan kompetitif (Leading Towards Research University).
Langkah untuk mengintegrasikan ilmu agama dan ilmu umum juga mendasari pendirian Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun akademik 2004/2005. Pendirian FKIK berdasarkana Surat Keputusan Menteri Agama SK No.MA/25/2004 dan surat Dirjen Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) Departemen Pendidikan Nasional No. 995/D/6/2004.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka pada Tahun akademik 2004/2005 UIN Jakarta membuka Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dengan Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat berdasarkan izin operasional Dirjen Dikti No. 1338/D/P/2004 tanggal 12 April 2004 dan Program Studi Farmasi dengan izin operasional No 138/D2.2/2004 tanggal 6 Agustus 2004 dan Surat Keputusan Dirjen Bagais Depag No. Dj.11/274/2004 tanggal 8 Agustus 2004.
Sedangkan untuk program studi Pendididkan Dokter dan Program Studi Keperawatan dibuka pada tahun akademik 2005/2006 berdasarkan izin operasional Dirjrn Dikti no.1356/D/T/2005 tanggal 10 Mei 2005 dan Surat Keputusan Dirjen Bagais Nomor:Dj.II/123/2005 tanggal 17 Mei 2005.
Pendirian FKIK ini bekerjasama dengan FK UI sebagai Fakultas Pembina.Sebelumnya juga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta telah mengadakan kerjasama untuk mendukung pendirian FKIK dengan berbagai pihak,di antaranya dengan sejumlah rumah sakit di wilayah Jakarta dan Tangerang sebagai tempat praktek bagi mahasiswa.
Komitmen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi Universitas Riset ini adalah untuk menghasilkan penemuan-penemuan baru di bidang ilmu pengetahuan, baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum, dengan menempatkan kemampuan meneliti sebagai kualifikasi utama dalam setiap kinerja ilmiah akademis. Karena sebagai Universitas Riset, kemampuan penelitian menjadi kualifikasi utama dalam setiap penampilan.
Dengan berbasis riset, diharapkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dapat memiliki daya tarik bagi mahasiswa terutama bagi mahasiswa tingkat magister dan doktor dari berbagai penjuru dunia sehingga terciptaacademic,social cultural exchange yang pada gilirannya membentuk intelectual community dan learning societydengan berkemampuan riset dan analisis yang dapat diterapkan dalam berbagai bidang profesional dalamspectrum yang lebih luas dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta siap go internasional dan menjadi Universitas International. dan menjadi Jendela Keunggulan Akademis Islam Indonesia (Window of Academic Excellence of Islam in Indonesia) seperti yang diharapkan oleh tokoh-tokoh pejuang pendidikan Islam .
Nama Syarif Hidayatullah
Apabila beberapa perguruan tinggi di Indonesia yang menggunakan nama-nama para tokoh di bidang kemiliteran, IAIN lebih memilih nama-nama tokoh di bidang keagamaan. Penamaan IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta (sekarang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ) tidak terlepas dari hal tersebut diatas. Dipilihnya nama Syarif Hidayatullah adalah karena nama itu merupakan nama asli dari salah satu Walisongo, sembilan penyiar Islam di Pulau Jawa, yakni Sunan Gunung Jati yang memiliki peranan besar dalam pengembangan Islam di Sunda Kelapa ( Jakarta sekarang) .
Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati) lahir di negeri Arab pada 1448 M dan wafat di Cirebon pada 1568 M. Ia adalah putra Nyai Rara Santang (putri Prabu Siliwangi dari Pajajaran) dengan Syarif Abdullah. Gelar-gelar yang diberikan kepadanya adalah Muhammad Nuruddin, Syekh Nurullah, Sayyid Kamil, Maulana Syekh Makhdum Rahmatullah, dan Makhdum Jati. Setelah mangkat ia diberi gelar ‘Sunan Gunung Jati ‘.
Setelah menginjak dewasa, Syarif Hidayatullah pulang ke Pajajaran dan menjadi penguasa Cirebon. Sejak itu ia berperan dalam menyiarkan Islam di Jawa, terutama bagian barat. Belakangan ia menempatkan putranya, Maulana Hasanuddin, menjadi dai sekaligus penguasa di Banten. Pada 1527 M, atas bantuan Fala-tehan (Fatahillah), dia berhasil menguasai Sunda Kelapa setelah mengusir pasukan Portugis yang dipimpin oleh Fransisco de Sa.
Syarif Hidayatullah melakukan dakwah langsung kepada pemimpin masyarakat dan bangsawan setempat dengan cara yang bijaksana. Ia mulai dengan memberikan pengetahuan ajaran Islam atau tazkirah tentang Islam dan peringatan yang lemah lembut. Ia bertukar pikiran dari hati ke hati dengan penuh toleransi. Apabila cara ini tidak berhasil, maka ia menempuh cara berdebat atau mujadalah. Cara terakhir ini diterapkan terutama kepada orang-orang yang secara terang-terangan menunjukkan sikap kurang setuju terhadap Islam. Metode dakwah yang dipergunakan oleh Syarif Hidayatullah telah berhasil menarik simpati masyarakat.
Ia juga sering membantu rakyat miskin dan menderita, baik secara moril maupun materil. Ia bergaul dengan bahasa rakyat, sehingga ajarannya dapat dengan mudah diterima. Syarif Hidayatullah tidak menentang secara tajam agama, kepercayaan, dan adat istiadat penduduk setempat. Sebaliknya ia memperlihatkan keindahan dan kesederhanaan Islam. Yang dilakukannya adalah menunjukkan kelebihan Islam dan persamaan derajat di antara sesama manusia.
Dalam rangka membina keberagamaan masyarakat dari berbagai etnis, ia menjalin tali perkawinan dengan adik Bupati Banten, putri Kaunganten (1475), ibu Maulana Hasanuddin; seorang putri Cina, Ong Tien, pada 1481 (tidak memi-liki keturunan); putri Arab bernama Syarifah Bagdad, ibu dari Pangeran Jaya Kelana dan Pangeran Brata Kelana; dan Nyi Tepasari dari Majapahit, ibu dari Ratu Winahon dan Pangeran Pasarean.
Syarif Hidayatullah memiliki peran besar terhadap pengukuhan kekuasaan Islam di Sunda Kelapa yang di kemudian hari ia beri nama Jayakarta dan diubah menjadi Batavia oleh Belanda. Oleh karena itu penamaan Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan dapat memberikan inspirasi kepada sivitas akademika dalam pengembangan Islam di Indonesia
Apakah agribisnis ada kelas karyawan?